Kekurangan Guru di Daerah Terpencil Masih Jadi Masalah

Kekurangan Guru di Daerah Terpencil Masih Jadi Masalah

Kekurangan Guru di Daerah Terpencil Masih Jadi Masalah – Di tengah upaya pemerataan pendidikan di seluruh Indonesia, kekurangan guru di daerah terpencil masih menjadi tantangan serius yang belum terselesaikan sepenuhnya. Meski pemerintah telah meluncurkan berbagai program rekrutmen dan distribusi tenaga pendidik, banyak sekolah di wilayah terluar, terdepan, dan tertinggal (3T) yang masih menghadapi keterbatasan tenaga pengajar, terutama untuk mata pelajaran inti seperti Matematika, Bahasa Indonesia, dan IPA.

Data dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) menunjukkan bahwa hingga awal 2025, masih terdapat ribuan sekolah dasar dan menengah di daerah terpencil yang kekurangan guru tetap. Beberapa sekolah bahkan hanya memiliki satu hingga dua guru untuk mengajar seluruh mata pelajaran lintas jenjang.

Faktor Penyebab Kekurangan Guru

Ada sejumlah faktor yang menyebabkan rendahnya distribusi guru ke daerah-daerah terpencil, antara lain:

  • Akses transportasi yang sulit dan infrastruktur minim, sehingga membuat guru enggan ditugaskan ke daerah tersebut.

  • Keterbatasan fasilitas penunjang hidup, seperti tempat tinggal yang layak dan akses layanan kesehatan.

  • Kurangnya insentif yang memadai bagi guru yang bersedia mengabdi di wilayah 3T.

  • Ketimpangan antara jumlah lulusan pendidikan guru dan kebutuhan riil di lapangan.

Selain itu, proses penempatan guru pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK) atau ASN masih kerap terkendala birokrasi dan distribusi yang belum sepenuhnya berbasis kebutuhan daerah.

Upaya Pemerintah

Pemerintah telah mengambil beberapa langkah untuk mengatasi masalah ini, antara lain:

  • Program Guru Penggerak dan Rekrutmen PPPK, dengan prioritas penempatan di daerah kekurangan guru.

  • Peningkatan tunjangan khusus dan insentif daerah terpencil bagi guru yang bertugas di wilayah 3T.

  • Kemitraan dengan pemerintah daerah, termasuk dalam penyediaan rumah dinas dan fasilitas penunjang lainnya.

  • Pemanfaatan teknologi pembelajaran jarak jauh, meskipun masih terkendala oleh infrastruktur digital di daerah terpencil.

Namun, implementasi program tersebut belum sepenuhnya menjawab kebutuhan di lapangan. Banyak guru mengaku belum menerima hak-hak mereka secara maksimal, termasuk keterlambatan pembayaran tunjangan khusus.

Suara dari Lapangan

Siti Aminah, seorang guru honorer di pedalaman Kalimantan Barat, mengungkapkan bahwa selain harus mengajar berbagai jenjang sekaligus, ia juga harus merangkap tugas administratif karena tidak ada staf tata usaha. “Kami berjuang bukan hanya untuk mengajar, tapi juga bertahan hidup. Tapi tetap semangat karena anak-anak di sini butuh pendidikan,” katanya.

Kesimpulan

Kekurangan guru di daerah terpencil merupakan masalah struktural yang tidak bisa diselesaikan dengan pendekatan administratif semata. Diperlukan komitmen kuat dari pusat hingga daerah, serta perlindungan dan penghargaan yang nyata bagi para pendidik yang mengabdi di wilayah-wilayah sulit. Tanpa pemerataan tenaga pengajar, cita-cita pendidikan yang adil dan merata akan sulit tercapai.

Comments

No comments yet. Why don’t you start the discussion?

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *